Kamis, 29 Desember 2011

Apa Kabar Skandal Bailout Bank Century?

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Bank Century menjadi gempar bersamaan dengan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pertama kali, tahun 2008. Hingga di penghujung tahun 2011, kasus ini terus menjadi isu panas dalam penegakan hukum yang dilakukan.
Lembaga hukum adhoc, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) para pimpinannya sudah berganti. Pimpinan yang baru dibawah komando Abraham Samad, DPR menaruh harapan besar agar kasus ini tuntas, memproses hukum mereka yang dinyatakan bersalah dalam skandal menghebohkan selama pemerintahan SBY-Boediono mulai berdiri.
Dalam laporan BPK ketika itu menunjukkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Bank Century sebelum diambil alih. BPK mengungkap sembilan temuan pelanggaran yang terjadi. Bank Indonesia (BI) saat itu dipimpin oleh Boediono--sekarang wapres--dianggap tidak tegas pada pelanggaran Bank Century yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2008.
BI, diduga mengubah persyaratan CAR. Dengan maksud, Bank Century bisa mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Kemudian, soal keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK)--saat itu diketuai Menkeu Sri Mulyani--dalam menangani Bank Century, tidak didasari data yang lengkap. Pada saat penyerahan Bank Century, 21 November 2008, belum dibentuk berdasar UU.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga diduga melakukan rekayasa peraturan agar Bank Century mendapat tambahan dana. Beberapa hal kemudian terungkap pula, saat Bank Century dalam pengawasan khusus, ada penarikan dana sebesar Rp 938 miliar yang tentu saja, menurut BPK, melanggar peraturan BI. Pendek kata, terungkap beberapa praktik perbankan yang tidak sehat.
Atas dasar laporan investigasi awal BPK inilah tak lama begitu DPR periode yang baru terbentuk periode 2009-2014, bergulir Hak Angket Skandal Bailout Bank Century Rp 6,7 triliun. Hiruk-pikuk kemudian terjadi. Saat itu, seluruh fraksi, termasuk fraksi Demokrat mendukung penuh Hak Angket Century. Pansus Angket Century itu sendiri, terbentuk setelah disetujui Paripurna DPR, pada 4 September 2009.
Satu persatu mereka yang dianggap relevan, baik keterangan para ahli, sampai mereka yang dituding terlibat dalam skandal bailout ini, dipanggil DPR. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di depan Pansus Angket Century, kemudian secara tegas mengatakan, bahwa pemberian suntikan dana ke Bank Century, adalah sebuah perampokan. Jusuf Kalla tegas mengatakan, Bank Century tidak berdampak sistemik terhadap bank-bank lain, jika ditutup.
Setahun kemudian, pada 3 Maret 2010, 6 fraksi (Golkar, PDI-P, Gerindra, Hanura, PKS, dan PPP) mendukung Opsi C yang setuju adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam mem-bailout Bank Century. Terjadi penyalahgunaan wewenang baik tindak pidana perbankan, tindak pidana umum, pencucian uang, sampai tindak pidana korupsi.
Jelang penghujung tahun, KPK sudah memeriksa sekitar 70 an saksi terkait kasus Bank Century ini. Mantan Menkeu Sri Mulyani, sampai Wakil Presiden Boediono, juga sudah diperiksa oleh KPK. Alhasil, Tim pengawas Kasus Century DPR yang terbentuk pasca keputusan kemenangan Opsi C, kecewa.
BPK, kemudian diminta untuk melalukan audit forensik untuk mendalami atas hasil audit investigasi yang dilakukan sebelumnya. Hasilnya, sudah diserahkan secara resmi oleh BPK kepada pimpinan DPR, pada 23 Desember lalu.
Fraksi-fraksi pendukung Opsi C tetap kecewa berat. Bahkan, memunculkan usulan agar audit forensik dilakukan oleh auditor independen. Muncul juga gagasan lain yang membuat kubu pemerintah sedikit was-was. Kasus Bank Century ini, lebih tepat diselesaikan secara politik melalui Hak Menyatakan Pendapat (HMP) oleh DPR.
Jelang pergantian tahun, kasus ini masih terus 'panas' menjadi pergunjingan para politisi di DPR mengiringi penantian aksi para pimpinan KPK yang baru, menuntaskan kasus skandal ini.
Fraksi-fraksi yang mendukung opsi C, samar-samar menyatakan dukungan bila HMP dilakukan. Kubu menolak opsi C, tentu bersikap sebaliknya.
"Tahun berganti, kasus hukum ini akan tetap menjadi 'bola liar', dan diyakini akan tetap heboh sampai kasus ini benar-benar tuntas. Tuntas diselesaikan secara hukum, mereka yang terlibat," kata politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, anggota timwas Century yang juga penggagas hak angket skandal perbankan ini.

Presiden Terbitkan Inpres 17/2011 Tentang Pencegahan Korupsi

Jakarta (ANTARA) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Intruksi Presiden No.17/2011 tetang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang merupakan kelanjutan dari Inpres No 9/2011.
"Ini merupakan Inpres lanjutan, berlaku mulai Januari 2012. Kelanjutan inpres ini, intinya pencegahan dan pemberantasan korupsi berkelanjutan setiap tahun," kata Wakil Presiden dalam konferensi pers di Istana Wapres, Jumat, usai rapat pemberantasan korupsi.
Wapres menambahkan, Inpres terbaru tersebut merupakan langkah memperbaiki usaha pencegahan dan pemberantasan korupsi di kalangan pemerintahan.
Dalam Inpres yang baru tersebut, semakin diperluas cakupan kementerian lembaga serta rencana aksi. Ada inpres No.9/2011 sebelumnya yang juga mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi mencakup 11 program, 102 rencana aksi dan dilaksanakan 16 kementerian dan lembaga terutama tiga kementerian dan lembaga yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM, terutama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Sedangkan pada Inpres No.17/2011 yang akan mulai diberlakukan pada 2012 dalam usaha pencegahan dana pemberantasn korupsi di pemerintahan itu mencakup 13 fokus 106 rencana aksi.
Implementasi inpres tersebut diawasi oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan UKP4. Laporan pengawasn dilakukan selama tiga bulanan dan dilaporkan kepada Presiden.
Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, dalam inpres terbaru untuk memonitor dan mengevaluasi selain dari UKP4 juga akan melibatkan partisipasi publik.
Selain itu, Inpres terbaru juga mengamanatkan adanya rencana aksi untuk pendidikan dan budaya antikorupsi.
"Fokusnya berupa pendidikan karakter bangsa yang beritegritas dan kampanye anti korupsi," katanya.
Ia menambahkan, capaian inpres sebelumnya di antaranya yang menonjol terkait diterapkannya sistem untuk `whistleblower` (peniup peluit) dan juga `justice collaborator` (mereka yang bekerja sama dengan aparat dalam mengungkap kejahatan).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, penerbitan Inpres tersebut merupakan upaya berkelanjutan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Menurut dia, upaya sebelumnya dengan Inpres no 9/2011 memiliki hasil yang cukup baik dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Ia mengatakan, dalam 2011 telah terjadi peningkatan Indeks Persepsi Korupsi dari 2,8 menjadi 3,0. Ke depan diharapkan indeks dapat lebih meningkat.
Sementara dalam konferensi pers tersebut Wakil Presiden hanya memberi pembukaan tak lebih 10 menit yang kemudian harus menuju Istana untuk bertemu Presiden.
Wapres ke Istana Presiden ditemani oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
Sedangkan dalam konferensi tersebut juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyianingsih, Menteri Perencanaan Pembangunan Armida S Alisjahbana, Menteri Perhubungan EE Mangindaan.
Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Azwar, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Jaksa Agung Basrief Arief, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indayana serta Wakapolri Komjen Nanan Soekarna.